2.1 Sejarah Singkat
Yunani
Kuno adalah peradaban dalam sejarah Yunani yang dimulai dari periode Yunani Arkais pada abad ke-8 sampai ke-6 SM, hingga
berahirnya Zaman Kuno dan dimulainya Abad Pertengahan Awal. Peradaban ini mencapai puncaknya pada
periode Yunani Klasik,
yang mulai berkembang pada abad ke-5 sampai ke-4 SM. Pada periode klasik ini
Yunani dipimpin oleh negara-kota Athena dan berhasil menghalau serangan Kekaisaran
Persia. Masa keemasan Athena berakhir dengan takluknya Athena kepada Spartadalam Perang Peloponnesos pada tahun 404 SM. Seiring penaklukan
oleh Aleksander Agung, kebudayaan Yunani, yang
dikenal sebagai peradaban Hellenistik, berkembang mulai
dari Asia Tengah sampai ujung barat Laut Tengah.
Istilah
"Yunani Kuno" diterapkan pada wilayah yang menggunakan bahasa Yunani pada Zaman Kuno. Wilayahnya tidak
hanya terbatas pada semenanjung Yunani modern, tapi juga termasuk wilayah
lain yang didiami orang-orang Yunani, di antaranya Siprus dan Kepulauan
Aigea, pesisir Anatolia (saat
itu disebut Ionia), Sisilia dan bagian selatan Italia (dikenal sebagai Yunani Besar),
serta pemukiman Yunani lain yang tersebar sepanjang pantai Kolkhis, Illyria, Thrakia, Mesir, Kyrenaika, Galia selatan, Semenanjung Iberia timur dan timur laut, Iberia, dan Taurika.
Oleh
sebagian besar sejarawan,
peradaban ini dianggap merupakan peletak dasar bagi Peradaban
Barat. Budaya Yunani
memberi pengaruh kuat bagi Kekaisaran
Romawi, yang selanjutnya meneruskan versinya ke bagian lain Eropa. Peradaban Yunani
Kuno juga sangat berpengaruh pada bahasa, politik, sistem pendidikan, filsafat,
ilmu, dan seni, mendorong Renaisans di Eropa Barat,
dan bangkit kembali pada masa kebangkitan Neo-Klasik pada abad ke-18 dan ke-19 di Eropa dan Amerika.
2.2
Filsafat
2.2.1 Pengertian Filsafat
Filsafat
berasal dari kata Arab yang berhubungan erat dengan kata Yunani bahkan asalnya memang dari
kata Yunani. Kata yunaninya adalah Philosophia yang
merupakan kata majemuk yang terdiri dari Philo yang artinya cinta dalam arti yang luas yaitu
ingin, dan karena itu lalu berusaha untuk mencapai yang
diinginkan dan Sophia artinya kebijakan yang
artinya pandai, pengertian yang mendalam. Jadi filsafat berarti ingin mencapai
pandai, cinta dan kebijaksanaan.
Secara
umum filsafat adalah suatu ilmu yang berusaha menyelidiki hakikat
segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. kebenaran dalam filsafat ilmu adalah
"kebenaran akal". Akan tetapi, meskipun filsafat mencari kebenaran
dengan akal, hasil yang diperoleh bermacam--macam.
2.2.2 Filsafat Yunani Kuno
Yunani kuno sangat identik dengan
filsafat. Ketika kata Yunani disebutkan, maka yang terbesit di pikiran para
peminat kajian keilmuan bisa dipastikan adalah filsafat. Padahal filsafat dalam
pengertian yang sederhana sudah ada jauh sebelum para filosof klasik Yunani
menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang
sangat berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi
setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang
pengaruhnya terasa hingga sekarang. Sehingga wajar saja bila generasi-generasi
setelahnya merasa berhutang budi padanya, termasuk juga umat Islam pada abad
pertengahan masehi bahkan hingga sekarang. Tanpa mengkaji dan mengembangkan
warisan filsafat Yunani rasanya sulit bagi umat Islam kala itu merengkuh zaman
keemasannya. Begitu juga orang Barat tanpa mengkaji pengembangan filsafat
Yunani yang dikembangkan oleh umat Islam rasanya sulit bagi mereka membangun
kembali peradaban mereka yang pernah mengalami masa-masa kegelapan menjadi
sangat maju dan mengungguli peradaban-peradaban besar lainnya seperti sekarang
ini.
Periode filsafat Yunani merupakan
periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu ini
terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris
menjadi logosentris. Dari proses
inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat yang akhirnya kita nikmati
dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani
merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia. Inilah titik
awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan
dirinya dan alam jagad raya.
Salah satu kebudayaan tertua dunia adalah kebudayaan yang ditinggalkan
oleh Yunani. Ada yang menganggap bahwa Yunani merupakan mata air budaya yang
tak pernah kering, mengalir dari zaman ke zaman melewati berbagai generasi,
sampai sekarang masih menjadi sumber rujukan pengetahuan masyarakat dunia.
Yunani banyak melahirkan filsuf-filsuf dunia yang mengeksplorasi fenomena alam
dengan kekuatan berpikirnya. Mengapa alam ini ada dan untuk apa tujuan
diciptakan alam, merupakan titik sentral pemikiran para filsuf Yunani awal.
1.
Filsafat alam
Filosof alam pertama yang mengkaji
tentang asal-usul alam adalah Thales (624-546 SM), setelah itu Anaximandros
(610-540 SM), Heraklitos (540-480 SM), Parmenides (515-440 SM), dan Phytagoras
(580-500).
·
Thales, yang dijuluki bapak filsafat,
berpendapat bahwa asal alam adalah air. Ajaran Thales adalah semuanya air, air
meupakan sebab pertama dan akhir. Kepercayaan Thales masih kental dengan
animisme, dia meyakini bahwa benda-benda di alam mempunyai jiwa. Pusat jiwa di
alam ini tunggal, yaitu air. Secara filosofis dia mengatakan air adalah
substrat (bingkai) dan subtansi (isi) kedua-duanya.
·
Menurut Anaximandros, substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas,
dan meliputi segalanya yang dinamakan apeiron,
bukan air atau tanah. Anaximandros yang merupakan murid Thales, meyakini asal
segalanya adalah satu, tetapi bukan air. Yang asal bagi Anaximandros dinamai ‘apeiron’. Apeiron
ini tidak ada persamaannya dengan benda-benda yang kasat indrawi, sebab yang kasat indrawi mempunyai keterbatasan dan
akan berakhir. Semuanya itu terjadi dari apeiron dan kembali pula kepada
apeiron.
·
Anaximenes, dia menyatakan bahwa sebagaimana jiwa
kita, yang tidak lain dari pada udara, meyatukan tubuh kita, demikian pula
udara mengikat dunia ini menjadi satu. Bagi Anaximenes, yang satu, penyebab
pertama dan tiada akhir adalah udara. Anaximenes memikirkan
sebab dari yang pertama sehingga ada alam ini. Sebagai seorang saintis pada
zamannya, dia berpikiran bahwa fleksibilitas udara merupakan penyebabnya.
Prosesnya sebagai berikut, partikel udara yang mengering akan terbentuklah api,
apabila partikel udara merapat maka akan terbentuk awan, sedangkan hujan
terjadi karena partikel udara lebih merapat lagi. Dalam pandangan Anaximenes,
benda-benda padat terbentuk dari api. Hal ini menunjukkan bahwa Anaximenes
berpikir jauh lebih maju dibandingkan dua pendahulunya.
·
Heraklitos melihat alam
semesta selalu dalam keadaan berubah. Baginya yang mendasar dalam alam semesta
adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya yaitu api.
·
Phytagoras berpendapat bahwa bilangan
adalah unsur utama alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur-unsur bilangan itu
adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Jasa Phytagoras sangat
besar dalam pengembangan ilmu, terutama ilmu pasti dan ilmu alam. Ilmu yang
dikembangkan kemudian hari sampai hari ini sangat bergantung pada pendekatan
matematika. Jadi setiap filosof mempunyai pandangan berbeda mengenai seluk
beluk alam semesta.
Perbedaan pandangan bukan selalu berarti negatif, tetapi justeru merupakan
kekayaan khazanah keilmuan. Terbukti sebagian pandangan mereka mengilhami
generasi setelahnya.
2.
Filsafat
Elea
Golongan ini dikomandoi oleh Xenophanes yang taat beragama. Ia menyatakan bahwa Tuhan hanya satu yang terbesar diantara manusia dan dewa, tidak serupa dengan makhluk yang fana. Pengagumnya Parmenides memiliki pendapat bahwa yang satu bukan Ketuhanan melainkan kebenaran, cuma ia tetap, jadi dunia menurut Parmenides bangunnya statis. Seorang murid Parminides, Zeno, mendukung pendapat gurunya dan membantah dalil-dalil lawannya dengan mengemukakan “paradox” dan Melisos, murid yang lain mempertahankannay dengan alas an yang positif
Elea adalah suatu kota perantauan orang Grik disebelah selatan semenanjung Italia. Aliran Filosof yang timbul di sana berpengaruh dari tahun 540-560 sebelum Masehi. Yang bermula mengajarkannya ialah Xenophanes berasal dari Kolophon di Asia Minor.
Tinjauan soalnya lain pula. Ia mencari keterangan tentang “yang ada”. Kita melihat di alam berbagai yang ada, tetapi apa yang ada itu ? Betapa Sifatnya ?
Filosofi Elea mengajarkan, bahwa ”Yang Ada” itu satu, tida ada seluk beluknya dan tidak berubah-rubah. Apa yang tampak pada panca indera itu bukanlah yang sebenarny, melainkan ”rupanya saja”. Yang ada dalam kebenarannya tidak dapat diketahui dengan penglihatan, melainkan dengan pikiran yang memperhatikan.
1. Xenophanes
Masa hidup Xenophanes diebut orang dari tahun 580-470 sebelum Masehi. Waktu itu beerumur 25 Tahun, ditinggalkannya kota tempat tumpah darhnya, yang telah dirampas oleh Persia. Ia pergi menggembala kemana-mana yang sampai akhirnya kekota Elea. Nafkah hidupnya didapatnya dengan bernyanyi dan melagukan sya’ir yang dalam-dalam artinya.
Xenophanes terkenal sebagai orang yang taat agama, yang senantiasa hidup dengan ruh yang suci. Dalam segala lagu yang dinyanyikannya, ia mendidik orang kejalan agama, kejalan beribadat kepada Tuhan yang menguasai seluruh alam. Sampai berumur 90 Tahun lebih ia tetap berbuat begitu.
Isi sya’irnya itu menentang segala takhayul, yang menjadi kepercayaan orang banyak waaktu itu. Orang menyangka, bahwa Tuhan itu banyak dan menjadi kepala daripada pelbagai perbuatan. Ada yang menjadi kepala pencuri, ada yang jadi kepala pembengis, dan banyak lagi lainnya. Tetutama Xenophanes menyerang likisan-likisan dewa-dewa atau segala macam Tuhan, yang dilagukan oleh ahli Sya’ir yang ternam pada masa itu
Xenophanes mengaharkan, bahwa Tuhan itu tidak banyak, melainan satu. Berhubung dengan kepercayaan orang banyak, yang merupakan Tuhan itu banyak dengan berbagi macam, Xenophanes berkata: ”Makhluk yang fana ini mengira, sekalian Tuhannya itu dilahirkan, berbaju, bersuara dan bertubuh seperti mereka itu pula. Tetapi, kalau sapi, kuda dan singa mempunyai tangan dan pandai menggambar, niscayalah sapi itu menggambarkan Tuhannya serupa sapi, kuda menggambarkan Tuhannya serupa Kuda, dan singa menggambarkan Tuhannya serupa dengan singa”
Dalam satu sya’irnya penentang takhayul disebutkan: ” Tidak dari semulanya Tuhan memperlihatka semuanya kepada makhluk yang fana. Sejalan dengan kemajuan masa, mereka itu akan mendapat yang baik, asal mereka berusaha mencapainya”.
Tentang asal yang satu daripada segalanya, telah lebih dahulu diajarkan filosof alam. Anaximandros misalnya menyatakan pandangan yang dalam. Tetapi pada Xenophanes, Yang Satu itu lebih tinggi kedudukannya, yaitu Tuhan Yang Esa yang memeluk segala alam.
Ajarn tentang Yang Satu itu besar sekali pengaruhnya dalam filosofi Elea. Itu yang dijadikan pusat segala soal.
Sungguhpun Xenophanes banyak memberikan petua-petua yang berharga, sehingga ia dipandang sebagai pembangun filosofi baru, ia tidak sampai menjadi mahagurunya. Sebabnya karena ajaannya tidak tersusun dan teratur. Ajarannya itu keluar dari perasaan hatinya saja. Ilham barangkali. Filosof Elea mendapat bentuknya dalam tangan Parmanides, dia inilah yang menjadi maha gurunya.
2. Parmenides
Paramides lahir di Elea pada tahun 540 sbelum Masehi. Waktu meninggalnya tidak diketahui oarng benar. Dalam kota tempat lahirnya itu, ia terkenal sebagai orang besar. Ia ahli politik dan pernah memangku jabatan pemerintah. Tetapi bukan karena itu kesohor namanya. Ia kesohor namanya sebagai ahli pikir, yang melebihi siapa juga pada masanya itu.
Pada waktu mudanya hatinya tertarik kepada lagu-lagu Xenophanes, yang banyak mengandung pelajarann. Yang Satu, yang diajarkan Xenophanes, menjadi pokok berfikir baginya, dan dibentuknya menjadi pelajaran sendiri. Berlainan dengan ajaran Xenophanes, Yang Satu ini tidak dipandang sebagi persatuan Tuhan dan Alam, melainkan sebagi Adanya yang sepenuh-penuhnya. Yang lahir itu Ada. Dalam persatuan Tuhan dan Alam tidak ada yang banyak sebagai jumlah satu-satunya.
Sebagia pokok pendirinya disebutnya, bahwa ada kebenaran. Kebenaran yang bulat, kebenaran yang sepenuh-penuhnya. Bertentangan denagn itu terdapat pendapat manusia, yang tiada menyimpan kebenaran di dalamnya. Pendapat manusia itu hanya prasanga saja. Presangka itulah yang menyatakan, ada yang banyak. Pada hal ”Yang banyak” itu tidak ada.
Sebab kalau ada yang banyak itu, ada pula ’menjadi” dan "hilang”. Oleh karena yang ada itu hanya satu, kekal dan tidak berubah-ubah, maka ”jadi” dan ”hilang” itu tidak benar adanya. Hanyalah timbul dari prasangka saja. Sebab itu harus dinyatakan pertentangan antara kebenaran yang dapat dipahamkan dengan pikiran, dengan persangkaan yang bisa khilaf. Perttentangn itu adalah pertentangan antara tahu dan menyangka.
Dengan mengemukakan soal ini, Parmedines menjadi pembangun logika yang pertama. Herakleitos membukakan pintu duniaa pikiran. Ia memulai menyusunya. Keterangan, katanya, dengan jalan berfikir semata-mata.
Parmedines membulatkan pokok keterangannya dengan semboyannya yang pendek :hanya Yang Ada itu ada, Yang Tidak ada itu tida. tidak ada yang lain dari pada yang Yang Ada. Sebab itu tidak ada yang ”menjadi” dan tidak ada pula yang ”hinag”. Keduanya itu ”menjadi” dan ”hilang” mustahil pada akal. Sebab "menjadi” menyatakan perpisahan dari Yang Ada ke Yang Tidak ada. Tadi telah diketahui ,bahwa Yang Tidak-Ada itu Tidak. Betapa “tidak” bisa “menjadi” ? demikian pula “hilang” menyatakan perpisahan dari Yang Ada ke Yang Tidak-Ada, sedangkan Yang Ada iti ada, tetap seama-lamanya dan tidak berubah-ubah.
Kebenaran terdapat pada pengakuan, bahwa Yang Ada itu ada. Kesalahan prasangka orang ialah, bhawa Yang Tidak-Ada itu dikatakn juga ada dan mesti ada.
Oleh karena Parmenides memandang semuanya itu Satu dan tetap, mestilah ia meniadakan yang kelihatan banyak dan berubah-ubah itu. Menurut logika, hukum akal, disebelah yang Satu dan Tetap itu mustahil ada yang banyak. Sebab, kalau ada yang banyak, tak ada yang satu. Dalam hal ini salah satu dari yang banyak, yaitu bagian daripada itu. Sebab itu kenyataan draipada yang banyak itu beerdasar kepada rupanya saja, bukan yang sementara.
3. Zeno
Zeno lahir di Elea dalam tahun 490 s.M. Namanya dan ajarannya kesohor empat tahun lamanya, draii tahun 464-460 sebelum Masehi. Ia tersebut karena tangkas perkataannya dan tajam pikirannya.
Terhadap yang Satu dan Tetap, yang dikemukakan oleh permenides, lawannya menunjukan yang lahir, yang menyatakan yang banyak dan yang berubah-ubah. Zeno menggunakan pemikirannya yang tajam itu untuk memperlihatkan hal-hal yang betentangan dalam pendapat lawannya.
Terhadap paham yang mengatakan, yang bergerak itu Ada. Zeno mengemukakan empat fasal:
1. Suatu gerakan tidak bisa bermula, sebab tiap-tiap bebean tidak sampai kepada satu tempat dengan tiada berada lebih dahulu pada berjenis tempat atau titik yang dilaluinya.
2. Achileus yang cepat seperti kilat tidak bisa mengejar penyu, yang begitu ia tiba ditempat penyu tadi, dia ini sudah maju lagi sedikit kemuka.
3. anak panah yang dipanahkan dari budurnya tidak bergerak, tetapi berhenti. Sebab setiap saat ia berada pada satu tempat. Ada pada satu tempat aritnya dengan berhenti.
4. setengan waktu sama dengan sepenuh waktu. Sebab, suatu barang yang bergerak terhadap suatu badan, melalui panjang badan itu dalam setengah waktu ataupun sepenuh waktu. Dalam epenuh waktu, apabila badan itu tidak bergerak. Dalam setenagn waktu, apakah ia bergerak dengan sama cepatnya kearah yang bertentangan.
4. Melissos
Melissos berasal dari Samos, sebuah kota Grik ditanah perantauan. Masa hidupnya tidak diketahui benar. Yang diketahui orang hanya, bahwa ia sangat terkemuka dalam dunia filosofi Elea dari tahun 444-441 sebelum Masehi.
Melissos mempertahankan ajaran Parmenides dengan mengemukan alasan yang positif. Artinya ia melahirkan keterangan untuk menguatkan ajaran gurunya. Tidak seperti Zeno, yang membalikkan krotik atas logika lawannya untuk membenarkan pendirian sendiri.
Melissos mengemukakan sebuah pemikiran baru, yang bertentangna dengan pendirian Parmenides. Menurut pendapat Parmenides, Yang ada itu bangunnya bulat. Melissos mengatakan, Yang Ada itu tidak berhingga. Jika sekiranya ia berhingga, mestilah ia mempunyai permulaan dan akhir, dan itu akan dibatasi oleh ”yang tidak ada”. Dan kalau ”yang tidak ada” itu menjadi batas. Adalah ia, dan itu barang yang mustahil. Yang ada itu, sebab ia satu, ia tidak mempunyai tubuh. Jka sekiranya ia mempunyai tubuh, ia mempunyai tebal. Dan kalau ia mempunyai tebal, ia pun mempunyai bagian, dan karena itu tidak satu lagi.
Masa hidup Xenophanes diebut orang dari tahun 580-470 sebelum Masehi. Waktu itu beerumur 25 Tahun, ditinggalkannya kota tempat tumpah darhnya, yang telah dirampas oleh Persia. Ia pergi menggembala kemana-mana yang sampai akhirnya kekota Elea. Nafkah hidupnya didapatnya dengan bernyanyi dan melagukan sya’ir yang dalam-dalam artinya.
Xenophanes terkenal sebagai orang yang taat agama, yang senantiasa hidup dengan ruh yang suci. Dalam segala lagu yang dinyanyikannya, ia mendidik orang kejalan agama, kejalan beribadat kepada Tuhan yang menguasai seluruh alam. Sampai berumur 90 Tahun lebih ia tetap berbuat begitu.
Isi sya’irnya itu menentang segala takhayul, yang menjadi kepercayaan orang banyak waaktu itu. Orang menyangka, bahwa Tuhan itu banyak dan menjadi kepala daripada pelbagai perbuatan. Ada yang menjadi kepala pencuri, ada yang jadi kepala pembengis, dan banyak lagi lainnya. Tetutama Xenophanes menyerang likisan-likisan dewa-dewa atau segala macam Tuhan, yang dilagukan oleh ahli Sya’ir yang ternam pada masa itu
Xenophanes mengaharkan, bahwa Tuhan itu tidak banyak, melainan satu. Berhubung dengan kepercayaan orang banyak, yang merupakan Tuhan itu banyak dengan berbagi macam, Xenophanes berkata: ”Makhluk yang fana ini mengira, sekalian Tuhannya itu dilahirkan, berbaju, bersuara dan bertubuh seperti mereka itu pula. Tetapi, kalau sapi, kuda dan singa mempunyai tangan dan pandai menggambar, niscayalah sapi itu menggambarkan Tuhannya serupa sapi, kuda menggambarkan Tuhannya serupa Kuda, dan singa menggambarkan Tuhannya serupa dengan singa”
Dalam satu sya’irnya penentang takhayul disebutkan: ” Tidak dari semulanya Tuhan memperlihatka semuanya kepada makhluk yang fana. Sejalan dengan kemajuan masa, mereka itu akan mendapat yang baik, asal mereka berusaha mencapainya”.
Tentang asal yang satu daripada segalanya, telah lebih dahulu diajarkan filosof alam. Anaximandros misalnya menyatakan pandangan yang dalam. Tetapi pada Xenophanes, Yang Satu itu lebih tinggi kedudukannya, yaitu Tuhan Yang Esa yang memeluk segala alam.
Ajarn tentang Yang Satu itu besar sekali pengaruhnya dalam filosofi Elea. Itu yang dijadikan pusat segala soal.
Sungguhpun Xenophanes banyak memberikan petua-petua yang berharga, sehingga ia dipandang sebagai pembangun filosofi baru, ia tidak sampai menjadi mahagurunya. Sebabnya karena ajaannya tidak tersusun dan teratur. Ajarannya itu keluar dari perasaan hatinya saja. Ilham barangkali. Filosof Elea mendapat bentuknya dalam tangan Parmanides, dia inilah yang menjadi maha gurunya.
2. Parmenides
Paramides lahir di Elea pada tahun 540 sbelum Masehi. Waktu meninggalnya tidak diketahui oarng benar. Dalam kota tempat lahirnya itu, ia terkenal sebagai orang besar. Ia ahli politik dan pernah memangku jabatan pemerintah. Tetapi bukan karena itu kesohor namanya. Ia kesohor namanya sebagai ahli pikir, yang melebihi siapa juga pada masanya itu.
Pada waktu mudanya hatinya tertarik kepada lagu-lagu Xenophanes, yang banyak mengandung pelajarann. Yang Satu, yang diajarkan Xenophanes, menjadi pokok berfikir baginya, dan dibentuknya menjadi pelajaran sendiri. Berlainan dengan ajaran Xenophanes, Yang Satu ini tidak dipandang sebagi persatuan Tuhan dan Alam, melainkan sebagi Adanya yang sepenuh-penuhnya. Yang lahir itu Ada. Dalam persatuan Tuhan dan Alam tidak ada yang banyak sebagai jumlah satu-satunya.
Sebagia pokok pendirinya disebutnya, bahwa ada kebenaran. Kebenaran yang bulat, kebenaran yang sepenuh-penuhnya. Bertentangan denagn itu terdapat pendapat manusia, yang tiada menyimpan kebenaran di dalamnya. Pendapat manusia itu hanya prasanga saja. Presangka itulah yang menyatakan, ada yang banyak. Pada hal ”Yang banyak” itu tidak ada.
Sebab kalau ada yang banyak itu, ada pula ’menjadi” dan "hilang”. Oleh karena yang ada itu hanya satu, kekal dan tidak berubah-ubah, maka ”jadi” dan ”hilang” itu tidak benar adanya. Hanyalah timbul dari prasangka saja. Sebab itu harus dinyatakan pertentangan antara kebenaran yang dapat dipahamkan dengan pikiran, dengan persangkaan yang bisa khilaf. Perttentangn itu adalah pertentangan antara tahu dan menyangka.
Dengan mengemukakan soal ini, Parmedines menjadi pembangun logika yang pertama. Herakleitos membukakan pintu duniaa pikiran. Ia memulai menyusunya. Keterangan, katanya, dengan jalan berfikir semata-mata.
Parmedines membulatkan pokok keterangannya dengan semboyannya yang pendek :hanya Yang Ada itu ada, Yang Tidak ada itu tida. tidak ada yang lain dari pada yang Yang Ada. Sebab itu tidak ada yang ”menjadi” dan tidak ada pula yang ”hinag”. Keduanya itu ”menjadi” dan ”hilang” mustahil pada akal. Sebab "menjadi” menyatakan perpisahan dari Yang Ada ke Yang Tidak ada. Tadi telah diketahui ,bahwa Yang Tidak-Ada itu Tidak. Betapa “tidak” bisa “menjadi” ? demikian pula “hilang” menyatakan perpisahan dari Yang Ada ke Yang Tidak-Ada, sedangkan Yang Ada iti ada, tetap seama-lamanya dan tidak berubah-ubah.
Kebenaran terdapat pada pengakuan, bahwa Yang Ada itu ada. Kesalahan prasangka orang ialah, bhawa Yang Tidak-Ada itu dikatakn juga ada dan mesti ada.
Oleh karena Parmenides memandang semuanya itu Satu dan tetap, mestilah ia meniadakan yang kelihatan banyak dan berubah-ubah itu. Menurut logika, hukum akal, disebelah yang Satu dan Tetap itu mustahil ada yang banyak. Sebab, kalau ada yang banyak, tak ada yang satu. Dalam hal ini salah satu dari yang banyak, yaitu bagian daripada itu. Sebab itu kenyataan draipada yang banyak itu beerdasar kepada rupanya saja, bukan yang sementara.
3. Zeno
Zeno lahir di Elea dalam tahun 490 s.M. Namanya dan ajarannya kesohor empat tahun lamanya, draii tahun 464-460 sebelum Masehi. Ia tersebut karena tangkas perkataannya dan tajam pikirannya.
Terhadap yang Satu dan Tetap, yang dikemukakan oleh permenides, lawannya menunjukan yang lahir, yang menyatakan yang banyak dan yang berubah-ubah. Zeno menggunakan pemikirannya yang tajam itu untuk memperlihatkan hal-hal yang betentangan dalam pendapat lawannya.
Terhadap paham yang mengatakan, yang bergerak itu Ada. Zeno mengemukakan empat fasal:
1. Suatu gerakan tidak bisa bermula, sebab tiap-tiap bebean tidak sampai kepada satu tempat dengan tiada berada lebih dahulu pada berjenis tempat atau titik yang dilaluinya.
2. Achileus yang cepat seperti kilat tidak bisa mengejar penyu, yang begitu ia tiba ditempat penyu tadi, dia ini sudah maju lagi sedikit kemuka.
3. anak panah yang dipanahkan dari budurnya tidak bergerak, tetapi berhenti. Sebab setiap saat ia berada pada satu tempat. Ada pada satu tempat aritnya dengan berhenti.
4. setengan waktu sama dengan sepenuh waktu. Sebab, suatu barang yang bergerak terhadap suatu badan, melalui panjang badan itu dalam setengah waktu ataupun sepenuh waktu. Dalam epenuh waktu, apabila badan itu tidak bergerak. Dalam setenagn waktu, apakah ia bergerak dengan sama cepatnya kearah yang bertentangan.
4. Melissos
Melissos berasal dari Samos, sebuah kota Grik ditanah perantauan. Masa hidupnya tidak diketahui benar. Yang diketahui orang hanya, bahwa ia sangat terkemuka dalam dunia filosofi Elea dari tahun 444-441 sebelum Masehi.
Melissos mempertahankan ajaran Parmenides dengan mengemukan alasan yang positif. Artinya ia melahirkan keterangan untuk menguatkan ajaran gurunya. Tidak seperti Zeno, yang membalikkan krotik atas logika lawannya untuk membenarkan pendirian sendiri.
Melissos mengemukakan sebuah pemikiran baru, yang bertentangna dengan pendirian Parmenides. Menurut pendapat Parmenides, Yang ada itu bangunnya bulat. Melissos mengatakan, Yang Ada itu tidak berhingga. Jika sekiranya ia berhingga, mestilah ia mempunyai permulaan dan akhir, dan itu akan dibatasi oleh ”yang tidak ada”. Dan kalau ”yang tidak ada” itu menjadi batas. Adalah ia, dan itu barang yang mustahil. Yang ada itu, sebab ia satu, ia tidak mempunyai tubuh. Jka sekiranya ia mempunyai tubuh, ia mempunyai tebal. Dan kalau ia mempunyai tebal, ia pun mempunyai bagian, dan karena itu tidak satu lagi.
3. Filsafat
sofis
Setelah mereka kemudian muncul beberapa
filosof Sofis sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan mereka terhadap jawaban
dari para filosof alam dan mengalihkan penelitian mereka dari alam ke manusia.
Bagi mereka, manusia adalah ukuran kebenaran sebagaimana diungkapkan oleh
Protagoras (481-411 SM), tokoh utama mereka. Pandangan ini merupakan cikal
bakal humanisme. Menurutnya, kebenaran bersifat subyektif dan relatif.
Akibatnya, tidak akan ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun
agama. Bahkan dia tidak menganggap teori matematika mempunyai kebenaran
absolut.
1.
Gorgias (483-375 SM)
Menurutnya, penginderaan tidak dapat
dipercaya. Ia adalah sumber ilusi. Akal juga tidak mampu meyakinkan kita
tentang alam semesta karena akal kita telah diperdaya oleh dilema
subyektifitas. Pengaruh positif gerakan kaum sofis cukup terasa karena mereka
membangkitkan semangat berfilsafat. Mereka tidak memberikan jawaban final
tentang etika, agama, dan metafisika.
Pandangan para filosof Sofis tersebut disanggah oleh para filosof
setelahnya seperti Socrates (470-399 SM), Plato (429-347 SM), dan Aristoteles
(384-322 SM). Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada
manusia. Socrates membuktikan adanya kebenaran obyektif itu dengan menggunakan
metode yang bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan.
Menurutnya, kebenaran universal dapat ditemukan.
2.
Plato,
Menurut Plato, esensi
mempunyai realitas yang ada di alam idea. Kebenaran umum ada bukan dibuat-buat
bahkan sudah ada di alam idea.
3.
Aristoteles,
Filsafat Yunani klasik
mengalami puncaknya di tangan Aristoteles. Dia adalah filosof yang pertama kali
membagi filsafat pada hal yang teoritis (logika, metafisika, dan fisika) dan
praktis (etika, ekonomi, dan politik). Pembagian ilmu inilah yang menjadi pedoman
bagi klasifikasi ilmu di kemudian hari. Dia dianggap sebagai bapak ilmu karena
mampu meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah secara sistematis.
4.
Aristotels, A.N Whitehead,
Karena demikian
meresapnya serta lamanya pengaruh ajaran-ajaran Plato dan Aristoteles, A.N.
Whitehead memberikan catatan bahwa segenap filsafat sesudah masa hidup keduanya
sesungguhnya merupakan usulan-usulan belaka terhadap ajaran-ajaran mereka.
Pendapat Whitehead tidak seluruhnya benar karena umat Islam, misalnya, selain
mengembangkan filsafat mereka, mereka juga melakukan inovasi di beberapa
persoalan filsafat Yunani sehingga memiliki karakteristik islami.
4.
Filsafat Klasik
Sokrates yang dilahirkan di Atena
tahun 470 SM adalah filsuf klasik yang ternama. Berbagai ajarannya masih hidup
sampai sekarang. Perjalanan hidupnya tidaklah seindah petuah-petuah yang
disampaikan kepada murid-muridnya. Dia hidup semasa dengan orang-orang sofis
yang menanggalkan seluruh atribut kebenaran. Dalam pandangan kaum sofis
kebenaran sebenarnya tidak ada, yang ada hanya semu dan relatif belaka. Dari
hari ke hari Sokrates berupaya untuk membantah asumsi kaum sofis dengan
berbagai argumen. Di sinilah diuji keberanian dan kecerdikan Sokrates dalam
berdialektik dengan pemuka-pemuka sofis. Tetapi nyatanya, kaum sofis yang
menguasai struktur kekuasaan dan kebijakan Yunani menghempaskan petuah-petuah
murni Sokrates.
Orang
boleh mengira bahwa dihukum matinya Sokrates dengan cara minum racun merupakan
kekalahan baginya. Tetapi, petuah-petuah hidup Sokrates tetap jaya dan mengalir
sampai sekarang. Diantara ‘harta’ yang diwariskan Sokrates adalah mengenai
metode dan etik-moral yang dapat kita gali. Dialektika yang dikembangkan
Sokrates dari hasil pencariannya selama beberapa tahun adalah
metode induksi yang akhirnya akan menghasilkan definisi. Induksi yang
dikembangkan Sokrates berbeda dengan metode induksi zaman sekarang, induksi
yang dikembangkan zaman sekarang adalah berpikir dari hal-hal yang khusus
kemudian membuat kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan metode induksi
Sokrates dihasilkan dari tanya jawab dialektis dengan kawannya tentang berbagai
hal sehingga dihasilkan perbandingan jawaban secara kritis. Jawaban yang
dihasilkan secara dialektis tentang “indah”, “moral”, “berani” dibandingkan
secara kritis, setelah didapat kemudian dijadikan definisi. Apa itu definisi
“indah”, definisi “moral”, dan definisi “berani” yang berlaku secara umum. Hal
lain yang diwariskan Sokrates
adalah masalah etika. Budi adalah tahu, begitu katanya. Dalam pandangannya,
orang yang berpengetahuan seharusnya berbudi. Hal ini ditunjang dengan hati,
yang menurut Sokrates merupakan cermin dari Tuhan dalam diri manusia, sokrates
menyebutnya dengan daimonion. Bisikan jernih dari hati manusia yang
berasal dari jiwa paling dalam dan pada tingkat kesadaran yang sangat
tinggi. Daimonian ini semacam pagar yang memisahkan antara pekarang
rumah kita dengan orang lain secara jelas, yang memisahkan antara yang benar
dan yang salah.
Perbuatan
manusia harus sesuai dengan bobot ucapannya. Implementasi ucapan manusialah
yang diharapkan oleh Sokrates, bukan berlindung dengan kata-kata. Apabila
manusia tidak sesuai antara ucapan dan perbuatannya, maka bukan hakikat yang
didapatnya. Tetapi hanya “kesan”. Kesan seolah-olah baik, kesan seolah-olah
berani, kesan seolah-olah benar, dan seterusnya. Bukankah hal ini terjadi zaman
sekarang? Mungkin ‘di sana’ Sokrates akan menyesalkan perilaku manusia
sekarang!
1.Hart,
Tidak berlebihan apabila Hart menyebutkan
bahwa sahabat dan kawan dekat Sokrates, yaitu Plato merupakan bapak moyang
pemikir Barat. Plato bagi Barat merupakan maha guru dalam bidang filsafat
politik, etika, dan metafisika. Plato berkesan sekali terhadap Sokrates,
sehingga ia mengatakan: “Sokrates merupakan orang terbijaksana, terujujur,
terbaik dari semua manusia yang saya pernah kenal”, ucapan ini diungkapkan
setelah Sokrates mendapat vonis mati.
Para
ahli kesulitan dalam menelusuri urutan penulisan karya-karya Plato dikarenakan
dalam menuangkan pikirannya Plato tidak mencantumkan waktu. Ada dua pendapat
yang dikemukakan dalam menganalisis karya Plato yaitu yang diungkapkan oleh FR.
Schleiermacher dan Carl Friedrich Hermann. Yang pertama mengungkapkan cara
metodik dan yang kedua dengan cara genetik. Warisan buah pemikiran yang ditinggalkan
Plato dapat dibagi dalam empat periode. Pertama, buah pikiran ketika masih
muda, yaitu ketika masih berguru dan bersahabat dengan Sokrates. Buah pikiran
yang telah dibukukannya yaitu Apologie, Kriton, Ion, Protragoras, Laches,
Politeia Buku I, Lysis, Charmides, dan Euthyphron. Pembahasan
masalah pengertian dalam daerah etik menjadi titik
sentralnya. Kedua,buah pikiran yang ditulis Plato ketika ‘masa peralihan’,
yang terkenal dengan masa Megara. Adapun hasil buah pikirannya
adalah Gorgias, Kratylos, Menon, Hippias, dan beberapa lainnya. Masalah
pertentangan politik dan filsafat hidup mendominasi pembahasan dalam ‘masa
peralihan ini. Ketiga, masa matang Plato dalam berfilsafat. Padda
masa inilah dihasilkan karya yang sangat produktif yang menjadi sumber rujukan
berbagai bangsa di dunia. Haisl-hasil karya yang mendunia itu
adalah Phaidros, Symposion, Phaidon, dan Politeia II-X.
Buku Politeia[republik] merupakan cita-cita ideal sebuah negara dari
Plato, menurutnya negara harus dipimpin oleh Aristokrat. Tetapi dalam sejarah,
belum pernah sebuah negara di dunia mengimplementasikan ide dari Plato
ini. Keempat, buah pikiran yang dihasilkan Plato ketika menginjak
masa tua. Diantaranya: Theaitetos, Parmenides, Sophistos, Politikos,
Philibos, Timaios, Kritias, dan Nomoi. Beberapa peneliti menyangsikan
keaslian karangan-karangan ini, apakah asli tulisan Plato atau murid-muridnya.
·
Filosof terakhir pada zaman klasik
Yunani adalah Aristoteles. Ia berguru lama di akademi Plato. Setelah Plato,
Aristoteles merupakan maha guru bagi Barat pandangan-pandangannya tentang Idea
sangat tajam dan dalam beberapa hal Aristoteles berbeda pandangan dengan Plato.
Ia sangat menghormati Plato, tetapi ia menyatakan berkewajiban untuk
menyingkapkan kebenaran, meskipun harus berbeda pendapat dengan gurunya.
Sejarah perjalanannya yang panjang setelah berguru di akademi Plato, belajar
mencari kebenaran hidup ke mana-mana, bahkan selama tujuh tahun lamanya
mendidik Alexandros yang kelak menjadi raja besar penguasa daratan dari
Timur sampai Barat. Buah pikirannya telah mewarnai dunia ilmu pengetahuan
sampai bertahan selama 2000 tahun lamanya setelah ia meninggal dunia dalam usia
63 tahun.
·
DAFTAR
PUSTAKA
Hatta, Mohammad.,
1986, Alam Pikiran Yunani, Universitas Indonesia Press: Jakarta, hal 5-14.
[5] H.
Hart, Michael., 1978, The 100, a Ranking of the Most Influential Persons
in History, Hart Publishing Company, Inc: New York. [Terjemahan: Mahbub
Djunaidi, 1987, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, PT.
Dunia Pustaka Jaya: Jakarta Pusat. Hal. 223.
[6] Hatta,
Mohammad., 1986, Alam Pikiran Yunani, Universitas Indonesia Press:
Jakarta. Hal. 92.
enhiespearzt.blogspot.com/2011/12/filsafat-elea.html