RSS

Zaman Yunani





2.1 Sejarah  Singkat
Yunani Kuno adalah peradaban dalam sejarah Yunani yang dimulai dari periode Yunani Arkais pada abad ke-8 sampai ke-6 SM, hingga berahirnya Zaman Kuno dan dimulainya Abad Pertengahan Awal. Peradaban ini mencapai puncaknya pada periode Yunani Klasik, yang mulai berkembang pada abad ke-5 sampai ke-4 SM. Pada periode klasik ini Yunani dipimpin oleh negara-kota Athena dan berhasil menghalau serangan Kekaisaran Persia. Masa keemasan Athena berakhir dengan takluknya Athena kepada Spartadalam Perang Peloponnesos pada tahun 404 SM. Seiring penaklukan oleh Aleksander Agung, kebudayaan Yunani, yang dikenal sebagai peradaban Hellenistik, berkembang mulai dari Asia Tengah sampai ujung barat Laut Tengah.
Istilah "Yunani Kuno" diterapkan pada wilayah yang menggunakan bahasa Yunani pada Zaman Kuno. Wilayahnya tidak hanya terbatas pada semenanjung Yunani modern, tapi juga termasuk wilayah lain yang didiami orang-orang Yunani, di antaranya Siprus dan Kepulauan Aigea, pesisir Anatolia (saat itu disebut Ionia), Sisilia dan bagian selatan Italia (dikenal sebagai Yunani Besar), serta pemukiman Yunani lain yang tersebar sepanjang pantai Kolkhis, Illyria, Thrakia, Mesir, Kyrenaika, Galia selatan, Semenanjung Iberia timur dan timur laut, Iberia, dan Taurika.
Oleh sebagian besar sejarawan, peradaban ini dianggap merupakan peletak dasar bagi Peradaban Barat. Budaya Yunani memberi pengaruh kuat bagi Kekaisaran Romawi, yang selanjutnya meneruskan versinya ke bagian lain Eropa. Peradaban Yunani Kuno juga sangat berpengaruh pada bahasa, politik, sistem pendidikan, filsafat, ilmu, dan seni, mendorong Renaisans di Eropa Barat, dan bangkit kembali pada masa kebangkitan Neo-Klasik pada abad ke-18 dan ke-19 di Eropa dan Amerika.


2.2 Filsafat
              2.2.1 Pengertian Filsafat

Filsafat berasal dari kata Arab yang berhubungan erat  dengan kata Yunani bahkan asalnya memang dari kata Yunani. Kata yunaninya adalah Philosophia yang merupakan  kata majemuk yang terdiri dari Philo yang artinya cinta dalam arti yang luas yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha untuk mencapai yang diinginkan dan Sophia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Jadi filsafat berarti ingin mencapai pandai, cinta dan kebijaksanaan. 
Secara umum  filsafat adalah  suatu ilmu yang berusaha menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. kebenaran dalam filsafat ilmu adalah "kebenaran akal". Akan tetapi, meskipun filsafat mencari kebenaran dengan akal, hasil yang diperoleh  bermacam--macam.
2.2.2 Filsafat Yunani Kuno

Yunani kuno sangat identik dengan filsafat. Ketika kata Yunani disebutkan, maka yang terbesit di pikiran para peminat kajian keilmuan bisa dipastikan adalah filsafat. Padahal filsafat dalam pengertian yang sederhana sudah ada jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Sehingga wajar saja bila generasi-generasi setelahnya merasa berhutang budi padanya, termasuk juga umat Islam pada abad pertengahan masehi bahkan hingga sekarang. Tanpa mengkaji dan mengembangkan warisan filsafat Yunani rasanya sulit bagi umat Islam kala itu merengkuh zaman keemasannya. Begitu juga orang Barat tanpa mengkaji pengembangan filsafat Yunani yang dikembangkan oleh umat Islam rasanya sulit bagi mereka membangun kembali peradaban mereka yang pernah mengalami masa-masa kegelapan menjadi sangat maju dan mengungguli peradaban-peradaban besar lainnya seperti sekarang ini.

Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat yang akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia. Inilah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.

Salah satu kebudayaan tertua  dunia adalah kebudayaan yang ditinggalkan oleh Yunani. Ada yang menganggap bahwa Yunani merupakan mata air budaya yang tak pernah kering, mengalir dari zaman ke zaman melewati berbagai generasi, sampai sekarang masih menjadi sumber rujukan pengetahuan masyarakat dunia. Yunani banyak melahirkan filsuf-filsuf dunia yang mengeksplorasi fenomena alam dengan kekuatan berpikirnya. Mengapa alam ini ada dan untuk apa tujuan diciptakan alam, merupakan titik sentral pemikiran para filsuf Yunani awal.


1.      Filsafat alam

Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal-usul alam adalah Thales (624-546 SM), setelah itu Anaximandros (610-540 SM), Heraklitos (540-480 SM), Parmenides (515-440 SM), dan Phytagoras (580-500).

·         Thales, yang dijuluki bapak filsafat, berpendapat bahwa asal alam adalah air. Ajaran Thales adalah semuanya air, air meupakan sebab pertama dan akhir. Kepercayaan Thales masih kental dengan animisme, dia meyakini bahwa benda-benda di alam mempunyai jiwa. Pusat jiwa di alam ini tunggal, yaitu air. Secara filosofis dia mengatakan air adalah substrat (bingkai) dan subtansi (isi) kedua-duanya.
·         Menurut Anaximandros, substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan meliputi segalanya yang dinamakan apeiron, bukan air atau tanah. Anaximandros yang merupakan murid Thales, meyakini asal segalanya adalah satu, tetapi bukan air. Yang asal  bagi Anaximandros dinamai ‘apeiron’. Apeiron ini tidak ada persamaannya dengan benda-benda yang kasat indrawi, sebab  yang kasat indrawi mempunyai keterbatasan dan akan berakhir. Semuanya itu terjadi dari apeiron dan kembali pula kepada apeiron.
·         Anaximenes, dia menyatakan bahwa sebagaimana jiwa kita, yang tidak lain dari pada udara, meyatukan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia ini menjadi satu. Bagi Anaximenes, yang satu, penyebab pertama dan tiada akhir adalah udara. Anaximenes memikirkan sebab dari yang pertama sehingga ada alam ini. Sebagai seorang saintis pada zamannya, dia berpikiran bahwa fleksibilitas udara merupakan penyebabnya. Prosesnya sebagai berikut, partikel udara yang mengering akan terbentuklah api, apabila partikel udara merapat maka akan terbentuk awan, sedangkan hujan terjadi karena partikel udara lebih merapat lagi. Dalam pandangan Anaximenes, benda-benda padat terbentuk dari api. Hal ini menunjukkan bahwa Anaximenes berpikir jauh lebih maju dibandingkan dua pendahulunya.
·         Heraklitos melihat alam semesta selalu dalam keadaan berubah. Baginya yang mendasar dalam alam semesta adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya yaitu api.
·         Phytagoras berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur-unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Jasa Phytagoras sangat besar dalam pengembangan ilmu, terutama ilmu pasti dan ilmu alam. Ilmu yang dikembangkan kemudian hari sampai hari ini sangat bergantung pada pendekatan matematika. Jadi setiap filosof mempunyai pandangan berbeda mengenai seluk beluk alam semesta.
Perbedaan pandangan bukan selalu berarti negatif, tetapi justeru merupakan kekayaan khazanah keilmuan. Terbukti sebagian pandangan mereka mengilhami generasi setelahnya.

2.      Filsafat Elea

            Golongan ini dikomandoi oleh Xenophanes yang taat beragama. Ia menyatakan bahwa Tuhan hanya satu yang terbesar diantara manusia dan dewa, tidak serupa dengan makhluk yang fana. Pengagumnya Parmenides memiliki pendapat bahwa yang satu bukan Ketuhanan melainkan kebenaran, cuma ia tetap, jadi dunia menurut Parmenides bangunnya statis. Seorang murid Parminides, Zeno, mendukung pendapat gurunya dan membantah dalil-dalil lawannya dengan mengemukakan “paradox” dan Melisos, murid yang lain mempertahankannay dengan alas an yang positif
             Elea adalah suatu kota perantauan orang Grik disebelah selatan semenanjung Italia. Aliran Filosof yang timbul di sana berpengaruh dari tahun 540-560 sebelum Masehi. Yang bermula mengajarkannya ialah Xenophanes berasal dari Kolophon di Asia Minor.
Tinjauan soalnya lain pula. Ia mencari keterangan tentang “yang ada”. Kita melihat di alam berbagai yang ada, tetapi apa yang ada itu ? Betapa Sifatnya ?
Filosofi Elea mengajarkan, bahwa ”Yang Ada” itu satu, tida ada seluk beluknya dan tidak berubah-rubah. Apa yang tampak pada panca indera itu bukanlah yang sebenarny, melainkan ”rupanya saja”. Yang ada dalam kebenarannya tidak dapat diketahui dengan penglihatan, melainkan dengan pikiran yang memperhatikan.
1. Xenophanes
          Masa hidup Xenophanes diebut orang dari tahun 580-470 sebelum Masehi. Waktu itu beerumur 25 Tahun, ditinggalkannya kota tempat tumpah darhnya, yang telah dirampas oleh Persia. Ia pergi menggembala kemana-mana yang sampai akhirnya kekota Elea. Nafkah hidupnya didapatnya dengan bernyanyi dan melagukan sya’ir yang dalam-dalam artinya.
         Xenophanes terkenal sebagai orang yang taat agama, yang senantiasa hidup dengan ruh yang suci. Dalam segala lagu yang dinyanyikannya, ia mendidik orang kejalan agama, kejalan beribadat kepada Tuhan yang menguasai seluruh alam. Sampai berumur 90 Tahun lebih ia tetap berbuat begitu.
           Isi sya’irnya itu menentang segala takhayul, yang menjadi kepercayaan orang banyak waaktu itu. Orang menyangka, bahwa Tuhan itu banyak dan menjadi kepala daripada pelbagai perbuatan. Ada yang menjadi kepala pencuri, ada yang jadi kepala pembengis, dan banyak lagi lainnya. Tetutama Xenophanes menyerang likisan-likisan dewa-dewa atau segala macam Tuhan, yang dilagukan oleh ahli Sya’ir yang ternam pada masa itu
Xenophanes mengaharkan, bahwa Tuhan itu tidak banyak, melainan satu. Berhubung dengan kepercayaan orang banyak, yang merupakan Tuhan itu banyak dengan berbagi macam, Xenophanes berkata: ”Makhluk yang fana ini mengira, sekalian Tuhannya itu dilahirkan, berbaju, bersuara dan bertubuh seperti mereka itu pula. Tetapi, kalau sapi, kuda dan singa mempunyai tangan dan pandai menggambar, niscayalah sapi itu menggambarkan Tuhannya serupa sapi, kuda menggambarkan Tuhannya serupa Kuda, dan singa menggambarkan Tuhannya serupa dengan singa”
             Dalam satu sya’irnya penentang takhayul disebutkan: ” Tidak dari semulanya Tuhan memperlihatka semuanya kepada makhluk yang fana. Sejalan dengan kemajuan masa, mereka itu akan mendapat yang baik, asal mereka berusaha mencapainya”.
Tentang asal yang satu daripada segalanya, telah lebih dahulu diajarkan filosof alam. Anaximandros misalnya menyatakan pandangan yang dalam. Tetapi pada Xenophanes, Yang Satu itu lebih tinggi kedudukannya, yaitu Tuhan Yang Esa yang memeluk segala alam.
Ajarn tentang Yang Satu itu besar sekali pengaruhnya dalam filosofi Elea. Itu yang dijadikan pusat segala soal.
            Sungguhpun Xenophanes banyak memberikan petua-petua yang berharga, sehingga ia dipandang sebagai pembangun filosofi baru, ia tidak sampai menjadi mahagurunya. Sebabnya karena ajaannya tidak tersusun dan teratur. Ajarannya itu keluar dari perasaan hatinya saja. Ilham barangkali. Filosof Elea mendapat bentuknya dalam tangan Parmanides, dia inilah yang menjadi maha gurunya.


2. Parmenides
               Paramides lahir di Elea pada tahun 540 sbelum Masehi. Waktu meninggalnya tidak diketahui oarng benar. Dalam kota tempat lahirnya itu, ia terkenal sebagai orang besar. Ia ahli politik dan pernah memangku jabatan pemerintah. Tetapi bukan karena itu kesohor namanya. Ia kesohor namanya sebagai ahli pikir, yang melebihi siapa juga pada masanya itu.
Pada waktu mudanya hatinya tertarik kepada lagu-lagu Xenophanes, yang banyak mengandung pelajarann. Yang Satu, yang diajarkan Xenophanes, menjadi pokok berfikir baginya, dan dibentuknya menjadi pelajaran sendiri.                           Berlainan dengan ajaran Xenophanes, Yang Satu ini tidak dipandang sebagi persatuan Tuhan dan Alam, melainkan sebagi Adanya yang sepenuh-penuhnya. Yang lahir itu Ada. Dalam persatuan Tuhan dan Alam tidak ada yang banyak sebagai jumlah satu-satunya.
Sebagia pokok pendirinya disebutnya, bahwa ada kebenaran. Kebenaran yang bulat, kebenaran yang sepenuh-penuhnya.  Bertentangan denagn itu terdapat pendapat manusia, yang tiada menyimpan kebenaran di dalamnya. Pendapat manusia itu hanya prasanga saja. Presangka itulah yang menyatakan, ada yang banyak. Pada hal ”Yang banyak” itu tidak ada.
Sebab kalau ada yang banyak itu, ada pula ’menjadi” dan "hilang”.                       Oleh karena yang ada itu hanya satu, kekal dan tidak berubah-ubah, maka ”jadi” dan ”hilang” itu tidak benar adanya. Hanyalah timbul dari prasangka saja. Sebab itu harus dinyatakan pertentangan antara kebenaran yang dapat dipahamkan dengan pikiran, dengan persangkaan yang bisa khilaf. Perttentangn itu adalah pertentangan antara tahu dan menyangka.
             Dengan mengemukakan soal ini, Parmedines menjadi pembangun logika yang pertama. Herakleitos membukakan pintu duniaa pikiran. Ia memulai menyusunya. Keterangan, katanya, dengan jalan berfikir semata-mata.
Parmedines membulatkan pokok keterangannya dengan semboyannya yang pendek :hanya Yang Ada itu ada, Yang Tidak ada itu tida. tidak ada yang lain dari pada yang Yang Ada. Sebab itu tidak ada yang ”menjadi” dan tidak ada pula yang ”hinag”. Keduanya itu ”menjadi” dan ”hilang” mustahil pada akal. Sebab "menjadi” menyatakan perpisahan dari Yang Ada ke Yang Tidak ada. Tadi telah diketahui ,bahwa Yang Tidak-Ada itu Tidak. Betapa “tidak” bisa “menjadi” ? demikian pula “hilang” menyatakan perpisahan dari Yang Ada ke Yang Tidak-Ada, sedangkan Yang Ada iti ada, tetap seama-lamanya dan tidak berubah-ubah.
                Kebenaran terdapat pada pengakuan, bahwa Yang Ada itu ada. Kesalahan prasangka orang ialah, bhawa Yang Tidak-Ada itu dikatakn juga ada dan mesti ada.
Oleh karena Parmenides memandang semuanya itu Satu dan tetap, mestilah ia meniadakan yang kelihatan banyak dan berubah-ubah itu.            Menurut logika, hukum akal, disebelah yang Satu dan Tetap itu mustahil ada yang banyak. Sebab, kalau ada yang banyak, tak ada yang satu. Dalam hal ini salah satu dari yang banyak, yaitu bagian daripada itu. Sebab itu kenyataan draipada yang banyak itu beerdasar kepada rupanya saja, bukan yang sementara.




3. Zeno

Zeno lahir di Elea dalam tahun 490 s.M. Namanya dan ajarannya kesohor empat tahun lamanya, draii tahun 464-460 sebelum Masehi. Ia tersebut karena tangkas perkataannya dan tajam pikirannya.
Terhadap yang Satu dan Tetap, yang dikemukakan oleh permenides, lawannya menunjukan yang lahir, yang menyatakan yang banyak dan yang berubah-ubah. Zeno menggunakan pemikirannya yang tajam itu untuk memperlihatkan hal-hal yang betentangan dalam pendapat lawannya.
Terhadap paham yang mengatakan, yang bergerak itu Ada. Zeno mengemukakan empat fasal:
1. Suatu gerakan tidak bisa bermula, sebab tiap-tiap bebean tidak sampai kepada satu tempat dengan tiada berada lebih dahulu pada berjenis tempat atau titik yang dilaluinya.
2. Achileus yang cepat seperti kilat tidak bisa mengejar penyu, yang begitu ia tiba ditempat penyu tadi, dia ini sudah maju lagi sedikit kemuka.
3. anak panah yang dipanahkan dari budurnya tidak bergerak, tetapi berhenti. Sebab setiap saat ia berada pada satu tempat. Ada pada satu tempat aritnya dengan berhenti.
4. setengan waktu sama dengan sepenuh waktu. Sebab, suatu barang yang bergerak terhadap suatu badan, melalui panjang badan itu dalam setengah waktu ataupun sepenuh waktu. Dalam epenuh waktu, apabila badan itu tidak bergerak. Dalam setenagn waktu, apakah ia bergerak dengan sama cepatnya kearah yang bertentangan.

4. Melissos
             Melissos berasal dari Samos, sebuah kota Grik ditanah perantauan. Masa hidupnya tidak diketahui benar. Yang diketahui orang hanya, bahwa ia sangat terkemuka dalam dunia filosofi Elea dari tahun 444-441 sebelum Masehi.
Melissos mempertahankan ajaran Parmenides dengan mengemukan alasan yang positif. Artinya ia melahirkan keterangan untuk menguatkan ajaran gurunya. Tidak seperti Zeno, yang membalikkan krotik atas logika lawannya untuk membenarkan pendirian sendiri.
       Melissos mengemukakan sebuah pemikiran baru, yang bertentangna dengan pendirian Parmenides. Menurut pendapat Parmenides, Yang ada itu bangunnya bulat. Melissos mengatakan, Yang Ada itu tidak berhingga. Jika sekiranya ia berhingga, mestilah ia mempunyai permulaan dan akhir, dan itu akan dibatasi oleh ”yang tidak ada”. Dan kalau ”yang tidak ada” itu menjadi batas. Adalah ia, dan itu barang yang mustahil. Yang ada itu, sebab ia satu, ia tidak mempunyai tubuh. Jka sekiranya ia mempunyai tubuh, ia mempunyai tebal. Dan kalau ia mempunyai tebal, ia pun mempunyai bagian, dan karena itu tidak satu lagi.





















3.      Filsafat sofis
Setelah mereka kemudian muncul beberapa filosof Sofis sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan mereka terhadap jawaban dari para filosof alam dan mengalihkan penelitian mereka dari alam ke manusia. Bagi mereka, manusia adalah ukuran kebenaran sebagaimana diungkapkan oleh Protagoras (481-411 SM), tokoh utama mereka. Pandangan ini merupakan cikal bakal humanisme. Menurutnya, kebenaran bersifat subyektif dan relatif. Akibatnya, tidak akan ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama. Bahkan dia tidak menganggap teori matematika mempunyai kebenaran absolut.     
1.      Gorgias (483-375 SM)
Menurutnya, penginderaan tidak dapat dipercaya. Ia adalah sumber ilusi. Akal juga tidak mampu meyakinkan kita tentang alam semesta karena akal kita telah diperdaya oleh dilema subyektifitas. Pengaruh positif gerakan kaum sofis cukup terasa karena mereka membangkitkan semangat berfilsafat. Mereka tidak memberikan jawaban final tentang etika, agama, dan metafisika.
Pandangan para filosof Sofis tersebut disanggah oleh para filosof setelahnya seperti Socrates (470-399 SM), Plato (429-347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM). Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada manusia. Socrates membuktikan adanya kebenaran obyektif itu dengan menggunakan metode yang bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Menurutnya, kebenaran universal dapat ditemukan.
2.      Plato,
Menurut Plato, esensi mempunyai realitas yang ada di alam idea. Kebenaran umum ada bukan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam idea.
3.      Aristoteles,
Filsafat Yunani klasik mengalami puncaknya di tangan Aristoteles. Dia adalah filosof yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoritis (logika, metafisika, dan fisika) dan praktis (etika, ekonomi, dan politik). Pembagian ilmu inilah yang menjadi pedoman bagi klasifikasi ilmu di kemudian hari. Dia dianggap sebagai bapak ilmu karena mampu meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah secara sistematis.
4.      Aristotels, A.N Whitehead,
Karena demikian meresapnya serta lamanya pengaruh ajaran-ajaran Plato dan Aristoteles, A.N. Whitehead memberikan catatan bahwa segenap filsafat sesudah masa hidup keduanya sesungguhnya merupakan usulan-usulan belaka terhadap ajaran-ajaran mereka. Pendapat Whitehead tidak seluruhnya benar karena umat Islam, misalnya, selain mengembangkan filsafat mereka, mereka juga melakukan inovasi di beberapa persoalan filsafat Yunani sehingga memiliki karakteristik islami.



4.      Filsafat Klasik
Sokrates yang dilahirkan di Atena tahun 470 SM adalah filsuf klasik yang ternama. Berbagai ajarannya masih hidup sampai sekarang. Perjalanan hidupnya tidaklah seindah petuah-petuah yang disampaikan kepada murid-muridnya. Dia hidup semasa dengan orang-orang sofis yang menanggalkan seluruh atribut kebenaran. Dalam pandangan kaum sofis kebenaran sebenarnya tidak ada, yang ada hanya semu dan relatif belaka. Dari hari ke hari Sokrates berupaya untuk membantah asumsi kaum sofis dengan berbagai argumen. Di sinilah diuji keberanian dan kecerdikan Sokrates dalam berdialektik dengan pemuka-pemuka sofis. Tetapi nyatanya, kaum sofis yang menguasai struktur kekuasaan dan kebijakan Yunani menghempaskan petuah-petuah murni Sokrates.
Orang boleh mengira bahwa dihukum matinya Sokrates dengan cara minum racun merupakan kekalahan baginya. Tetapi, petuah-petuah hidup Sokrates tetap jaya dan mengalir sampai sekarang. Diantara ‘harta’ yang diwariskan Sokrates adalah mengenai metode dan etik-moral yang dapat kita gali. Dialektika yang dikembangkan Sokrates dari hasil pencariannya selama beberapa tahun adalah metode induksi yang akhirnya akan menghasilkan definisi. Induksi yang dikembangkan Sokrates berbeda dengan metode induksi zaman sekarang, induksi yang dikembangkan zaman sekarang adalah berpikir dari hal-hal yang khusus kemudian membuat kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan metode induksi Sokrates dihasilkan dari tanya jawab dialektis dengan kawannya tentang berbagai hal sehingga dihasilkan perbandingan jawaban secara kritis. Jawaban yang dihasilkan secara dialektis tentang “indah”, “moral”, “berani” dibandingkan secara kritis, setelah didapat kemudian dijadikan definisi. Apa itu definisi “indah”, definisi “moral”, dan definisi “berani” yang berlaku secara umum. Hal lain yang diwariskan               Sokrates adalah masalah etika. Budi adalah tahu, begitu katanya. Dalam pandangannya, orang yang berpengetahuan seharusnya berbudi. Hal ini ditunjang dengan hati, yang menurut Sokrates merupakan cermin dari Tuhan dalam diri manusia, sokrates menyebutnya dengan daimonion. Bisikan jernih dari hati manusia yang berasal dari jiwa paling dalam dan pada tingkat kesadaran yang sangat tinggi. Daimonian ini semacam pagar yang memisahkan antara pekarang rumah kita dengan orang lain secara jelas, yang memisahkan antara yang benar dan yang salah.
Perbuatan manusia harus sesuai dengan bobot ucapannya. Implementasi ucapan manusialah yang diharapkan oleh Sokrates, bukan berlindung dengan kata-kata. Apabila manusia tidak sesuai antara ucapan dan perbuatannya, maka bukan hakikat yang didapatnya. Tetapi hanya “kesan”. Kesan seolah-olah baik, kesan seolah-olah berani, kesan seolah-olah benar, dan seterusnya. Bukankah hal ini terjadi zaman sekarang? Mungkin ‘di sana’ Sokrates akan menyesalkan perilaku manusia sekarang!

1.Hart,
 Tidak berlebihan apabila Hart menyebutkan bahwa sahabat dan kawan dekat Sokrates, yaitu Plato merupakan bapak moyang pemikir Barat. Plato bagi Barat merupakan maha guru dalam bidang filsafat politik, etika, dan metafisika. Plato berkesan sekali terhadap Sokrates, sehingga ia mengatakan: “Sokrates merupakan orang terbijaksana, terujujur, terbaik dari semua manusia yang saya pernah kenal”, ucapan ini diungkapkan setelah Sokrates mendapat vonis mati.
Para ahli kesulitan dalam menelusuri urutan penulisan karya-karya Plato dikarenakan dalam menuangkan pikirannya Plato tidak mencantumkan waktu. Ada dua pendapat yang dikemukakan dalam menganalisis karya Plato yaitu yang diungkapkan oleh FR. Schleiermacher dan Carl Friedrich Hermann. Yang pertama mengungkapkan cara metodik dan yang kedua dengan cara genetik. Warisan buah pemikiran yang ditinggalkan Plato dapat dibagi dalam empat periode. Pertama, buah pikiran ketika masih muda, yaitu ketika masih berguru dan bersahabat dengan Sokrates. Buah pikiran yang telah dibukukannya yaitu Apologie, Kriton, Ion, Protragoras, Laches, Politeia Buku I, Lysis, Charmides, dan Euthyphron. Pembahasan masalah pengertian dalam daerah etik menjadi titik sentralnya. Kedua,buah pikiran yang ditulis Plato ketika ‘masa peralihan’, yang terkenal dengan masa Megara. Adapun hasil buah pikirannya adalah Gorgias, Kratylos, Menon, Hippias, dan beberapa lainnya. Masalah pertentangan politik dan filsafat hidup mendominasi pembahasan dalam ‘masa peralihan ini. Ketiga, masa matang Plato dalam berfilsafat. Padda masa inilah dihasilkan karya yang sangat produktif yang menjadi sumber rujukan berbagai bangsa di dunia. Haisl-hasil karya yang mendunia itu adalah Phaidros, Symposion, Phaidon, dan Politeia II-X. Buku Politeia[republik] merupakan cita-cita ideal sebuah negara dari Plato, menurutnya negara harus dipimpin oleh Aristokrat. Tetapi dalam sejarah, belum pernah sebuah negara di dunia mengimplementasikan ide dari Plato ini. Keempat, buah pikiran yang dihasilkan Plato ketika menginjak masa tua. Diantaranya: Theaitetos, Parmenides, Sophistos, Politikos, Philibos, Timaios, Kritias, dan Nomoi. Beberapa peneliti menyangsikan keaslian karangan-karangan ini, apakah asli tulisan Plato atau murid-muridnya.
·                 Filosof terakhir pada zaman klasik Yunani adalah Aristoteles. Ia berguru lama di akademi Plato. Setelah Plato, Aristoteles merupakan maha guru bagi Barat pandangan-pandangannya tentang Idea sangat tajam dan dalam beberapa hal Aristoteles berbeda pandangan dengan Plato. Ia sangat menghormati Plato, tetapi ia menyatakan berkewajiban untuk menyingkapkan kebenaran, meskipun harus berbeda pendapat dengan gurunya. Sejarah perjalanannya yang panjang setelah berguru di akademi Plato, belajar mencari kebenaran hidup ke mana-mana, bahkan selama tujuh tahun lamanya mendidik Alexandros yang kelak menjadi raja besar penguasa daratan dari Timur sampai Barat. Buah pikirannya telah mewarnai dunia ilmu pengetahuan sampai bertahan selama 2000 tahun lamanya setelah ia meninggal dunia dalam usia 63 tahun.
·          











DAFTAR PUSTAKA
Hatta, Mohammad., 1986, Alam Pikiran Yunani, Universitas Indonesia Press: Jakarta, hal 5-14.
[5] H. Hart, Michael., 1978, The 100, a Ranking of the Most Influential Persons in History, Hart Publishing Company, Inc: New York. [Terjemahan: Mahbub Djunaidi, 1987, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, PT. Dunia Pustaka Jaya: Jakarta Pusat. Hal. 223.
[6] Hatta, Mohammad., 1986, Alam Pikiran Yunani, Universitas Indonesia Press: Jakarta. Hal. 92.
enhiespearzt.blogspot.com/2011/12/filsafat-elea.html


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar